Matahari bersemangat menyinari bumi tanpa terlihat adanya tanda-tanda
untuk menyurutkan sinarnya. Suasana kota
bertambah panas siang itu, bisingnya suara kendaraan tak henti-hentinya
berseru. Di sebuah rumah di ujung jalan terdengar keributan yang menambah
panasnya suasana.
“Kak, uang itu buat bayar sekolahku dan buat makan kita! Jangan diambil!”
teriak Agni.
Kakak Agni tetap memaksa
mengambil uang itu. Sambil melotot dia balas memarahi adiknya. “Heh kamu
tau? Aku butuh uang ini! Ada
urusan sama temen-temenku! Ngerti?!”
“Tapi kak, besok aku bayar pakai uang siapa? Lalu kita makan pakai apa?” Agni menjawab sambil
meneteskan air mata.
“Pakai uangmu! Dan cari lagi sendiri!”
bentaknya.
Sesaat kemudian, dia keluar membanting pintu dan pergi begitu saja dengan
motornya.
Agni masih menangis, dia tidak menyangka kakanya masih saja setega itu
kepadanya. Dias, kakak satu-satunnya yang Agni miliki dan satu-satunya keluarga
yang Agni miliki. Namun Dias selalu saja memperlakukan Agni dengan kasar. Padahal
Dias lah yang seharusnya menjaga Agni.
Agni dan Dias adalah seorang anak yatim piatu. Ibu mereka meninggal
setahun setelah melahirkan Agni. Dan ayah mereka meninggal karena kecelakaan.
Mereka sudah tidak memiliki kakek ataupun nenek. Sedangkan saudara-saudara
lainnya berada jauh dari kota
mereka tinggal.
Kepergian ayahnya dua tahun yang lalu tidak lantas membuat Dias sadar
bahwa masih ada adik yang menjadi tanggung jawabnya. Dia malah semakin kasar
dan semena-mena terhadap adiknya. Sejak ayahnya meninggal itulah, hidup Agni
semakin sengsara.
***
Sudah dua hari Agni tidak
masuk sekolah. Teman-temannya tidak ada yang tahu mengapa dia tidak masuk. Termasuk
sahabatnya, Naya. Sudah dua kali Naya mendatangi rumah Agni namun selalu saja
tidak ada orang.
Hari ketiga Naya mendatangi
rumah Agni. “Kemana yah Agni, kok rumahnya kosong terus?,” tanya Naya dalam
hati. Dia takut terjadi apa-apa terhadap sahabatnya.
Ketika dia akan pulang, di
tengah jalan dia berpapasan dengan Agni. Agni terlihat sangat pucat seperti
kekurangan makan.
Naya memanggil Agni dengan
wajah bahagia setengah haru,“Agni.. Kamu dari mana aja sih? Udah tiga hari kamu
nggak masuk sekolah, nggak biasnya kamu kaya gini?”
“Hey Nay.. Aku abis kerja Nay, aku cari uang buat makan. Maaf yah, aku
nggak bilang kamu dulu kalo aku nggak masuk,” Agni berusaha menjawab disertai
sebuah senyuman.
“Loh bukannya kalo kamu kerja abis pulang sekolah? Kenapa sekarang
seharian? Kakakmu ngapain lagi sih?” Naya bertanya dengan nada sedikit marah.
“Kalo aku kerja abis pulang sekolah, hasilnya tuh nggak cukup Nay buat
makan. Biasalah Kak Dias.. Dia cuma kuliah, main dan marah-marah. Mmmm...Yah,
dia kemarin ngambil uangku. Uang yang buat makan sama buat bayar sekolah.”
Wajahnya mulai murung.
“Apa?? Kok kamu biarin sih? Kakamu kok jahat banget, tega banget sama
kamu. Harusnya dia sadar kalo kamu butuh dia. Bukan kaya gini. Kasian kamu.”
Agni hanya terdiam dan menundukkan wajahnya. Pikirannya hanya memikirkan
kakaknya. Kapan kakaknya akan menyadari kalau dia selama ini begitu sengsara.
“Ni, kamu tenang aja. Aku bakal bantu kamu buat urusan makan. Kamu makan
di rumahku aja, biarin kakakmu pulang nggak ada makanan. Kalo dia marah-marah,
bilang aja kalo kamu nggak punya duit. Dan buat urusan sekolah besok aku
bantuin bilang sama wali kelas, biar kamu dikasih kemudahan. Jadi besok kamu
nggak usah kerja dari pagi. Okey?” lanjut Naya dengan wajah antusias.
“Makasih ya Nay. Tapi aku
makan di rumah aja, ini udah ada uang kok. Oke deh, besok aku berangkat sekolah,”
jawab Agni sedikit senang.
“Ahh kamu itu, pasti nggak mau
aku bantu.”
“Hehe.. Aku nggak mau
ngrepotin kamu terus. Udah sore, mending pulang aja yuk Nay,” jawab Agni
dengan sikap sesantai mungkin.
***
Suatu sore, Agni baru pulang
dari bekerja. Jelas kakaknya
belum pulang karena rumah mereka terlihat masih tertutup rapat. Dia langsung
membersihkan rumah dan bersiap-siap untuk memasak makanan.
Beberapa waktu kemudian, suara motor Dias terdengar. Agni tidak
mempedulikan kakaknya yang baru pulang. Dia masih sibuk memasak. Memang dari
sebelum-sebelumnya mereka tidak pernah berbicara satu sama lain kecuali kalau
Dias membuat keributan dan memarahi Agni.
Braaaaakkkkk!!!
Tiba-tiba suara gebrakan meja mengagetkan Agni yang berada di dapur.
Ternyata Dias memukul meja makan karena melihat belum ada makanan untuknya.
Dias mendekati Agni dan
menarik tubuh Agni yang lebih kecil darinya itu. Dia kemudian berseru di depan
muka Agni,“Hehh…Dari tadi kemana aja kamu? Jam segini belum ada makanan. Kamu tau? Aku lapar!”
Agni yang masih kaget dan
takut itu menjawab dengan pelan, “Aku tadi kerja dulu kak, ini baru pulang.
Maaf ya?”
“Maaf-maaf! Harusnya kamu bisa
bagi waktu dan saat aku pulang harus udah ada makanan, tau??!” Dias tidak
berhenti memelototi adiknya.
“Iya kak, tapi aku juga sibuk
kak. Coba kalau kakak yang kerja aku pasti lebih mudah membagi waktu,” ucapnya.
“Kamu nyuruh aku kerja?! Hahh
bodoh!” dengan wajah garang Dias menyentak adiknya. “Udah lanjutin! Nggak usah
ngatur-ngatur aku! Aku nggak butuh ceramah dari kamu !” Dias mendorong adiknya kebelakang
dan meninggalkannya.
Agni hanya bisa menangis dan menyimpan semua yang dia rasakan dalam hati.
Seberapa besar dia menentang, kakaknya tidak pernah berubah. Tidak juga sadar.
Agni hanya akan semakin dijahati.
***
Perlakuan Dias yang semena-mena terhadap adiknya itu masih terus
berlanjut. Hari berganti hari,
minggu berganti minggu dan bulan berganti bulan. Namun tetap saja Dias belum
menyadari kelakuannya. Bahkan lebih parahnya, saat ini Dias sudah tidak kuliah
lagi. Dia didrop out dari kampusnya karena sering tidak masuk kuliah dan
tidak membayar semesteran. Pekerjaannya hanya behura-hura dengan teman-temannya,
mabuk-mabukan, berjudi dan memperlakukan
adiknya seperti pembantu.
Agni pun hampir putus dari
sekolahnya. Dia tidak sanggup membayar sekolahnya dan dia belum mendapat
beasiswa lagi. Padahal dia sudah
kelas tiga dan hampir ujian. Untung saja ada donatur yang mau membantu
Agni untuk membayar sekolahnya. Namun Agni tetap harus bekerja untuk makan
sehari-hari.
Agni tidak lagi memikirkan
masa depannya. Dia tidak akan melanjutkan sekolah. Setelah lulus SMA,
dia akan mencari pekerjaan yang lebih mapan.
***
Sore itu rumah Agni sedang
sepi. Hanya ada Dias, sedangkan Agni sedang bekerja sore. Sebelum-sebelumnya
Dias tidak pernah ada di rumah pada sore hari seperti itu, namun sore itu Dias
bermaksud untuk mengambil uang yang Agni miliki. Ya seperti biasa, dia akan
menggunakan uang itu untuk berhura-hura. Dia tahu kalau adiknya tidak akan memberinya
uang jika dia memintanya. Jadi, dia akan mengambil uang itu dengan
sembunyi-sembunyi.
Dia mencari-cari uang itu di
kamar Agni. Di dalam lemari, di bawah tumpukan baju bahkan di bawah kasur,
namun dia tidak menemukannya. Saat dia mencari di meja belajar adiknya itu, dia
melihat sesuatu yang membuatnya sedikit terkejut. Ada selembar kertas yang
berisi kata-kata yang mengharukan dan beberapa foto mereka dengan ayah mereka.
Sejenak Dias melupakan tujuannya disitu.
Mengapa hidupku seperti ini?
Ya Tuhan, mengapa kakakku setega
itu?
Apakah dia tahu kalau aku
membutuhkannya?
Hanya dia keluargaku, dia yang aku
butuhkan selama ini...
Tapi mengapa dia memperlakukanku seperti itu?
Apakah dia membenciku?
Apakah dia menginginkan aku tidak ada di dunia?
Tapi aku adiknya...
Apa salahku?
Aku sama sekali tidak membencinya..
Aku sayang dia, aku sayang kakakku…
Sampai kapan aku harus seperti ini?
Kapan kakakku akan sadar Tuhan???
Aku membutuhkannya…
Beberapa kalimat yang Agni tulis itu membuat hati Dias tidak tenang.
Pikirannya tidak karuan. Dia sedikit
merasa kalau perbuatannya selama ini benar-benar salah. Dia memang merasa
sedikit aneh akhir-akhir ini. Dia merasa ada yang aneh pada Agni, dia merasa
sesuatu akan terjadi. Namun kesadaran itu hanya sesaat. Keegoisannya membuat
sifat jahatnya datang kembali.
Tiba-tiba, Agni dan Naya sudah
berada di ambang pintu. Mereka melihat Dias yang sedang berdiri di dalam kamar.
Dias juga melihat Agni dan dia langsung menjatuhkan kertas itu.
Ada kejanggalan yang membuat
Agni heran. “Sedang apa kakakku di dalam kamar? Mengapa kamarku berantakan?”
tanya Agni dalam hati.
“Kak, kakak lagi ngapain?”
Agni bertanya kepada kakaknya.
“Hehh aku lagi nyari uang, aku
butuh uang. Dimana kamu simpan uangmu?!” Dias menjawab dengan galak.
“Aku nggak punya uang kak.”
“Ahh bohong kamu! Kamu pasti
bohong! Selama ini kamu kerja buat apa? Buat dapetin uang kan?! Cepat kasih
uangnya?”
Dia membentak adiknya dengan
garang. Dia berusaha mencari-cari dalam tas yang dipakai adiknya. Dia
seperti kerasukan setan. Namun tetap saja dia tidak menemukan uang yang dia
butuhkan.
Naya yang berada di sebelah
Agni tidak tega melihat temannya diperlakukan seperti itu.
“Kak, Agni nggak punya uang.
Dia benar-benar nggak punya uang kak,” Naya berkata seraya menjauhkan Agni dari
kakaknya.
“Kamu nggak usah ikut-ikut!”
“Mana uangnya??!” teriak Dias
pada adiknya.
Agni sudah tidak tahan untuk
bersabar,”Nggak ada kak! Kakak tahu aku nggak pernah punya uang simpanan selama
kakak seperti ini! Kakak tahu? Aku sengsara kak! Aku sudah seperti orang mati! Kakak
nggak pernah mau mengerti! Kakak jahat!” Agni berkata sambil menatap mata
kakaknya. Baru kali ini dia tidak merasa takut.
“Aku nggak pernah benci kakak. Aku berusaha buat kakak seneng. Berusaha biar kakak nggak marah sama aku,
biar kakak baik sama aku. Tapi apa? Apapun yang aku lakukan, kakak nggak pernah
berubah! Kakak selalu seperti itu, memperlakukanku seperti orang lain. Seperti
pembantu, bahkan lebih dari itu. Kakak memperlakukanku seperti orang yang hina!
Aku udah nggak tahan kaya gini terus. Kapan kakak akan berubah?!” lanjut Agni
dengan air mata menetes di pipinya.
Dias terkejut melihat
adiknya bisa marah seperti itu. Di
satu sisi Dias merasa marah adiknya berkata seperti itu padanya namun di sisi
lain dia merasa hal itu benar adanya. Namun sayang sekali Dias tidak berpikir
panjang. Sebuah ayunan telapak tangan Dias jatuh di pipi Agni seketika setelah
Agni selesai berbicara.
Pllaaaaakkkkk!!!
Tamparan yang keras itu terdengar hingga seluruh ruang. Naya
terkaget-kaget melihat hal itu. Sedangkan Agni terdiam melihat mata kakaknya.
Mereka berdua masih bertatapan dengan tajam.
Setelah itu Agni langsung berlari keluar dengan sekencang-kencangnya. Dia
berlari tanpa arah. Tidak peduli dengan siapapun. Tamparan itu baru pertama kali terjadi meskipun
perbuatan kakaknya yang semena-mena sudah lama terjadi. Dia sangat sedih.
Sambil berlari tidak hentinya dia menangis.
Naya yang terkejut melihat Agni
ikut berlari keluar menyusulnya. Sedangkan Dias baru sadar dirinya
benar-benar salah sudah menampar adiknya. Setelah sadar Dias langsung berlari mengejar Agni. Dia merasa sangat
bersalah.
Agni yang sedang kebingungan masih
berlari tanpa melihat sekitarnya. Dia tidak sadar kalau dia berada di tengah
jalan. Saat dia melewati belokan, tiba-tiba ada mobil yang melaju dari arah
berlawanan. Mobil itu tidak tahu kalau ada seseorang di tengah jalan. Seketika
itu mobil tersebut tidak bisa menghindar dan langsung menabrak Agni. Tubuh Agni
terpental ke tepi jalan. Dia masih sadarkan diri tapi tubuhnya sudah berlumuran
darah.
Naya yang berlari di belakang
Agni melihat kejadian itu dengan sangat takut. Dia langsung berhenti dan tidak
berlari lagi. Sedangkan Dias yang dari kejauhan melihat adiknya tertabrak mobil
langsung berlari dengan lebih kencang. Hatinya sudah tidak karuan.
Dia melihat adiknya tergeletak tak berdaya. Kemudian meletakkan adiknya itu di pangkuannya.
Dia tahu kalau adiknya sudah tidak mungkin dibawa ke Rumah Sakit saat itu juga.
“Adek, kakak di sini dek.
Maafin kakak selama ini ya dek? Kakak bener-bener bersalah. Kakak nyesel
udah jahat sama kamu dek. Dan
sekarang kamu jadi kaya gini,” dengan air mata dia berusaha untuk mengatakan
isi hatinya itu. Dia sadar dia sangat bersalah. Dan baru saat itu dia memanggil
Agni dengan sebutan adek.
Agni masih menatap kakaknya
meskipun tatapan kosong. Dengan sangat lemah dia berkata meskipun hanya
beberapa patah kata,”Iya kak. Kakak berubah ya. Sayang kakak.” Dengan sebuah
senyum kecil dia menghembuskan nafas terakhir.
“Kakak juga sayang adek.”
Dengan tangisan dan pelukan yang sangat erat dia menemani adiknya ke
hembusan nafasnya yang terakhir. Sekarang di dunia ini dia sudah tidak memiliki
siapapun. Penyesalan yang sangat besar ada dalam hatinya. Dia kehilangan
adiknya yang sangat baik dengan cara yang tragis.
***
Lima tahun
kemudian.
Laki-laki dan perempuan itu terlihat sangat akrab kepada anak-anak Panti
Asuhan. Laki-laki itu memberikan anak-anak panti itu hadiah. Sedangkan si perempuan melihat laki-laki itu
dengan senyuman bahagia.
“Nay, adikku pasti senang kan
aku seperti ini sekarang? Andai saja dia disini ya?” katanya dengan wajah
setengah bersedih.
“Iya Kak Dias, Agni pasti
bahagia. Dia selalu disini Kak, dia di hati kita,” perempuan itu
menjawab dengan senyuman yang tulus.
****
Cerpen ini adalah karyaku saat kelas XII untuk memenuhi tugas Bahasa Indonesia
Nice short story right? I always like story about brother and sister.
Obsesi banget pengin punya kakak laki-laki :D
Obsesi banget pengin punya kakak laki-laki :D